Minggu, 07 Desember 2008

Titik Nol

Sungguh luar biasa, ternyata banyak juga yang memberikan tanggapan atas artikel PIPI & EMBIR. Saya jadi inget saat-saat awal memulai usaha dan betapa butuh waktu sekitar1 tahun untuk punya keberanian membuka usaha.


Ceritanya berawal ketika salah satu teman meminjamkan satu CD yang menceritakan PIPI & EMBIR, tujuan dia agar saya ikut bergabung ke MLM-nya. Sama seperti Anda yang pernah ikut MLM, saya pun disarankan untuk membeli buku Rich Dad Poor Dad dan Cash Flow Quadrant karya RObert Kiyosaki. Saat itu saya sempat bingung dengan kata Financial Freedom, rasanya konsep Financial Freedom ini tidak pernah diajarin dech di kampus dulu.


Sebagai member baru, tentu lagi hangat2 menjalankan bisnis MLM. Tidak peduli waktu, dimana2 kerja cuman presentasi dan hasilnya dalam sebulan berhasil mengajak 8 orang menjadi member. Namanya juga hangat2 tahi ayam, ya... bertahannya cuman tiga bulan saja. Koq lama2 ikut MLM malah seperti jadi sapi perah saja, oleh sponsor dan perusahaan MLM itu. Kita yang berjuang, mereka enak2an dapat bonus. Yang menarik justru, saya lebih suka memahami konsep Cash Flow Quadrant. Saking tertariknya, saya beli semua buku Robert Kiyosaki dan membacanya sampai 4-5 kali.


Cukup lama saya bisa memahami konsep Cash Flow Quadrant dan lama-lama mulai paham juga konsep yang diberikan. Tapi tidak semua langsung diserap begitu saja, yang pasti disesuaikan dengan kondisi sendiri. Semakin lama semakin kuat dorongan untuk membuka usaha. Ada kejadian yang sangat membuat keinginan buka usaha semakin kuat. Ceritanya seperti ini, suatu ketika istri baru melahirkan anak kedua di Denpasar, dan setelah berumur 2 bulan kita boyongan ke Balikpapan. Yang namanya boyongan, tentu banyak sekali pengeluarannya khususnya tiket. Saya ingat banget saat itu tanggal 20 mei sampai di Balikpapan dan keesokan harinya duit saya tinggal 500 ribu dan kira2 cukuplah makan sampai gajian tanggal 26. Saat itu, si pembantu tiba2 saja minta uang gajinya walaupun belum sebulan kerja alasannya ortunya lagi di rumah sakit. Tabungan sudah habis dan mencoba pinjem ke tetangga nggak dapat2. Waduh gimana nich...kartu kredit juga tidak punya (maklum saat itu, saya anti dengan kartu kredit). Akhirnya dapat pinjaman dari orang tua di Bali...
Kejadian diatas betul-betul menyadarkan, betapa jadi karyawan tidak akrab dengan uang. Ketemu dengan uang sebulan sekali dan sebagian besar buat bayar hutang dan makan...akhir bulan habis dech duitnya.
Kebetulan oleh perusahaan ada pinjaman perumahan dan kita dapat mencicil dengan potong gaji setiap bulan. Begitu rumahnya jadi, kita borongan ke rumah yang baru dan garasinya dijadikan tempat buka toko kelontong. Maka dimulailah usaha pertama kami.
Seperti biasa, saat awal buka usaha, kami semua semangat sekali. Buka toko jam 6 pagi dan tutup jam 9 malam. Karena tinggal diperumahan yang baru berdiri, otomatis yang beli juga tidak banyak. Strateginya, mau tidak mau kita jemput bola dengan mengantar pesanan ke tetangga dan teman2 kantor. Saat itu, kami punya mobil Suzuki Jimny reyot tahun 1986, cukup lah buat mengangkut sembako dan air galon. Yang jelas kami benar2 membuang rasa malu dan menikmati prosesnya. Pagi sampai sore, toko dijaga istri dan sore sampai malam saya yang bantu. Capek sich tapi kami menikmatinya. Yang penting setiap hari ada saja uang yang kami pegang, uang masuk dan keluar setiap hari. Jadi akrab dengan uang...
Sekitar 6 bulan kemudian, kami memberanikan diri membeli mobil Xenia dengan pertimbangan bisa mengangkut sembako lebih banyak lagi. Lumayan semakin banyak pesanan dan semakin kami mobile.
Dan setahun kemudian toko itupun dengan SUKSES kami tutup...
Pelajaran 1 : Enaknya jadi pengusaha, akrab dengan uang...

Tidak ada komentar: